ISTILAH pedofilia pada masyarakat awam mungkin masih tergolong asing, namun beberapa kasus pelecehan seksual pada anak belakangan ini dilakukan oleh para pedofil. Apa itu sebenarnya pedofilia? Pedofilia sering dikaitkan dengan gangguan mental karena mengalami penyimpangan seksual. Gangguan ini terjadi pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa, namun memiliki ketertarikan kepada anak-anak dalam melakukan hubungan seks.
Biasanya anak-anak yang menjadi korban para pelaku pedofilia ialah anak yang berusia di bawah 13 tahun. Aktivitas seks yang dilakukan oleh pedofil sangat bervariasi seperti menelanjangi anak, melekukan masturbasi dengan anak, bersenggama dengan anak bahkan menjadikan anak sebagai objek pelampiasan seksualnya. Sulit untuk mengenali para pedofil ini karena awalnya mereka terlihat seperti orang-orang penyayang dan pelindung bagi anak, padahal dibalik itu ada maksud lain dari mereka.
Para pelaku pedofilia ini tidak menutup kemungkinan bisa dilakukan oleh orang-orang terdekat anak seperti ayah, paman, abang, atau bahkan tetangga yang sudah sangat dekat dengan anak tersebut. Mereka biasanya membentuk kepercayaan anak dengan memberikan perhatian dan kasih sayang seperti membelikan mainan, membawanya jalan-jalan dan sebagainya, namun saat anak mulai mempercayainya disitulah mereka melakukan perbuatan kejinya dan si anak merasa tidak enak atau takut diancam jika tidak mau menuruti perbuatan si pelaku.
Korban pedofilia
Mungkin masyarakat Aceh masih ingat dengan Diana anak umur 6 tahun yang dicabuli dan dibunuh oleh pamannya sendiri. Kasus ini sempat menggemparkan bumi Aceh pada tahun 2013 lalu dan menyorot banyak perhatian publik. Akan tetapi Diana bukanlah satu-satunya korban kekerasan dan pelecehan seksual pada anak di Aceh. Terdapat puluhan anak bahkan ratusan yang merupakan korban dari pelecehan dan kekerasan seksual oleh orang dewasa yang mengalami pedofilia.
Seperti yang baru-baru ini terjadi di Kecamatan Lawe Sigala-gala, Aceh Tenggara. Gadis kecil yang bernama Betaria Sianturi (6 tahun) ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa dengan tangan terikat dan mengapung dalam kolam. Sebelum meninggal Betaria diperkosa terlebih dulu (Serambi, 8/2/2014). Kemudian pada harian yang sama, edisi 12/2/2014, kepolisian Resort Nagan Raya menangkap seorang pemuda (19 tahun) yang melakukan pemerkosaan terhadap anak umur 4 tahun yang tak lain tetangganya sendiri.
Bahkan berita yang mengejutkan lagi pencabulan yang dilakukan oleh oknum polisi terhadap dua murid sekolah dasar (SD) di salah satu gampong di Kecematan Meuraxa, Banda Aceh. Setelah diselidiki ternyata bukan hanya dua murid SD tersebut yang mendapatkan perilaku pelecehan seksual, tapi ada tiga murid lainnya yang ikut menjadi korban.
Menurut Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal, saat ini baru dua korban yang resmi melaporkannya ke Unit PPA Polresta Banda Aceh, namun tidak tertutup kemungkinan ada korban lainnya yang mengalami nasib sama (Serambi, 22/4/2014).
Begitu banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak Aceh dan mungkin masih banyak yang belum terungkap. Kasus kekerasan seksual pada anak ibarat gunung es yang hanya tampak sedikit dipermukaan, namun memiliki dasar yang dalam dan tersembunyi.
Kasus-kasus yang berhasil terungkap masih sangat sedikit, tapi kasusnya masih banyak yang belum diketahui lantaran karena si anak yang enggan mengadukan kepada orang tua atau pihak keluarganya sendiri yang malu mengungkapkan karena dianggap suatu aib. Untuk itu perlu diajarkan kepada anak sedini mungkin terhadap bentuk pelecehan seksual melalui pendidikan seks dalam konteks anak.
Pendidikan seks
Sebagian orang masih terlalu tabu saat membicarakan seks, apalagi di depan anak-anak. Seks dalam konteks ini bukan berarti melakukan hubungan badan ataupun seks pada orang dewasa seperti yang dipersepsikan banyak orang. Seks ialah jenis kelamin, jadi pendidikan seks pada anak ialah komunikasi yang efektif dengan orang tua dengan mengenalkannya tentang identitas diri khususnya pada perkembangan sistem reproduksi.
Pendidikan seks pada anak penting untuk diajarkan karena mengingat banyaknya ancaman dan bahaya yang dapat terjadi pada anak. Pelecehan seksual bisa saja terjadi jika anak tidak mengenali bentuk dan jenis pelecehan seksual yang bisa dilakukan oleh orang dewasa. Anak harus diajarkan tentang perubahan bentuk tubuh terutama pada sistim reproduksi selama masa pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga anak tidak bingung terhadap perubahan yang terjadi padanya.
Perubahan yang terjadi menunjukkan mereka mulai tumbuh dewasa, sehingga penjagaan terhadap tubuh dengan cara menutupi bagian-bagian yang dimalukan harus menjadi perhatian orang tua. Misalnya saja pada anak perempuan yang mengalami perubahan bentuk tubuh seperti menonjolnya payudara atau mulainya menstruasi. Orang tua harus mengajarkan kepada anak cara merawat dan menjaga kebersihan dirinya.
Selain itu juga perlu diajarkan cara bersikap dan berperilaku di hadapan orang banyak, terutama terhadap kaum laki-laki baik itu ayah, abang, paman atau siapapun yang dekat dengan si anak. Perilaku yang mencurigakan dari siapapun haruslah dilaporkan kepada orang tua. Oleh karena itu, orang tua haruslah menjadi tempat informasi utama saat anak dihadapkan dengan masalah atau pertanyaan tentang seks.
Pelecehan seksual dapat dihindari dengan bekal pengetahuan dan pendidikan seks yang didapat oleh anak. Dengan adanya pendidikan seks, anak dapat mengenal bentuk perilaku orang-orang yang akan berbuat jahat kepadanya. Mereka juga diharapkan bisa merawat serta menjaga dirinya dari bahaya pelecehan seksual oleh pelaku pedofilia, yang kerap mengincar anak-anak. Semoga!
Yelli Sustarina, Mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Darussalam, Banda Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar